Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2023

Cinta Tanpa Kata tak kenal darah (status masih diperbaiki)

kau adalah hujan bagi tanaman yang ringkih seperti ku kau pun mentari di waktu pagi yang menyambutku dengan sinar kehangatan kehadiranmu adalah rahmat sekaligus simbol keberuntunganku cintamu tak kenal kata dan darah cintamu lahir dari kemuliyaan jiwamu meski kau mama mamaku yang kupanggili mama aku menjadi cucu pertama dan anak terakhir di dunia ini kaulah satu-satunya yang layak kupanggili mama

Hanya Kau

                                                                                Karya: Fadly R. Mansjur cahaya bulan berpendar di atas padang bunga lembah itu Namun tak kulihat apa pun selain dirimu  senyummu yang merekah malam itu mendekapku dalam angan-angan panjang dan bayang-bayang masa depan

Ibu

  karya: Fadly R. Mansjur Kutulis namamu di atas air hilang tak berbekas kutulis namamu di atas pasir hilang terhempas Kuteriaki namamu keras namun tiada sahut berbalas belum lama kau tiada dunia t’lah lupa Lalu kusemat namamu pada untaian doa yang tak bertepi semisal api unggun bagi para pendaki menyulut hingga pagi menjelma mentari di dadaku namamu tetap lestari.

Matahari Yang Diabaikan

                                                                                              Karya: Abu Fathiyn  Bulan membagi cahayanya pada Bumi yang gulita Orang-orang terlampau percaya pada sugestinya sendiri Benda-benda yang tampak pada keremangan Disama-samakan dengan fantasi dan imaji yang dipunya Nurani yang teriris bergumam dalam bilik hati yang sunyi Mengapa matahari begitu diabaikan….!? Padahal matahari punya penerangannya sendiri apakah mereka lupa Yang terlihat tak selalu seperti yang dipikir Yang dipikir tak selalu seperti yang terlihat karena kebenaran bukanlah soal perasaan Maka pembuktian adalah pintu tanpa ...

RUMAHKU

Rumah adalah taman impian para pengelana yang dilanda kerinduan rindu akan menerangkannya arti kata pulang  herannya..... aku malah berduka kala bertandang di kota lahirku kusempatkan waktu berkunjung ke rumah tua itu tempat di mana lisan ini mengucapkan kata pertama para batita terniang tawa dan senyumku dahulu lepas bebas pernah subur di rumah ini Ranjang yang dahulu aku berbaring di atasnya tak lagi nyaman begitu juga Lantai yang menjaga kesucian telapak kaki dan atap yang menjagaku dari hujan dan terik matahari serta dinding yang menjagaku dari dingin semuanya terasa beda kau penawar rinduku kaulah dermaga, di mana rinduku berlabuh mereka bilang rumah identik dengan kata bahagia maka kaulah pengejawantahan dari segala alasanku pulang kaulah rumahku untungnya kesedihan hanyalah musafir bertandang pada rentetan masa yang berbeda meski rumahku t'lah tiada